BANDUNG, Lingkarjabar – Survei yang IndEX Research lakukan menyatakan, elektabilitas Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil terus merangkak naik dalam bursa Calon Presiden (Capres) Tahun 2024. Hal itu peneliti IndEX Research Hendri Kurniawan sampaikan.
“Untuk Pak Ridwan Kamil ini relatif stabil, tapi memang ada kenaikan dia dibandingkan dari survei kami pada November 2020 lalu. Kenaikannya lumayan signifikan,” jelasnya.
Kenaikan elektabilitas Kang Emil, sapaan karib Ridwal Kamil dalam bursa capres 2024, dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat oleh Ridwan Kamil di daerahnya. “Jadi itu asumsi kami, karena itu tidak masuk dalam instrumen pertanyaan kami,” imbuhnya.
Dalam survei pada pada 25 Februari hingga 5 Maret 2021 dengan melibatkan 1.200 responden mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Adapun, pengambilan sampel secara acak terhadap responden survei sebelumnya sejak 2018 dan margin error ±2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pada hasil survei tersebut, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto masih mengantongi elektabilitas tertinggi di angka 20,4 persen. Sedangkan, Ridwan Kamil melesat ke posisi dua dengan 14,1 persen, barulah muncul nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan 13,5 persen.
Fenomena survei Capres 2024 pada Ridwan Kamil cukup menarik. Mengingat, pada hasil survei bulan Mei dan November 2020 lalu, elektabilitas Ridwan Kamil hanya berkisar di angka tujuh hingga delapan persen.
Selain itu, lanjut Hendri, kenaikan elektabilitas M Ridwan Kamil berasal dari aktivitas politiknya yang relatif tak berdinamika. “Kalau Kang Emil enggak ada satu hal yang bersifat menyerang dan mendelegitimasi dia,” ujarnya.
Menurut Hendri, tingkat elektabilitas dan popularitas kandidat Capres 2024 dari kalangan kepala daerah punya fenomena yang hampir serupa. Karena itu, penting bagi kepala daerah untuk tetap menjaga popularitas dan elektabilitasnya dengan prestasi dan kinerja.
“Jika kepala daerah yang elektabilitasnya relatif stabil ini, karena program yang sudah terlaksana. Namun ini masih lama waktunya, memang butuh menjaga agar mereka punya ruang pemberitaan positif. Karena kalau negatif, popularitas tidak ekuivalen dengan elektabilitas,” kata dia. (ara/dim)